operations |
comment | "parent_author":"",<br>"parent_permlink":"sea",<br>"author":"marxause",<br>"permlink":"penyair-pariwisata-20171219t1939648z",<br>"title":"Pesajak Pariwisata",<br>"body":">Laut teduh,<br> disapu surat pendek di raka'at pertama hingga imam mengucap salam.\n\n ![image (https:\/\/img.esteem.ws\/08ou395m98.jpg)\n\nSinar Matahari sore berjejal di babah kuala Ulee Lheue seperti antrian nomor ujian CPNS. Bedanya,<br> *babah* kuala puitis seketika tatkala seorang penyair hadir ke sana merekayasa suasana yang dikesan-kesankan sedemikian rupa,<br> meskipun di tepinya sekelompok tentara yang sedang bebas dinas nampak kaku menunggu kail disambar ikan.\u00a0\n\nUlee Lheue jam 18.00 WIB adalah tempat strategis warga kota mendefinisikan rutinitas nan membosankan. Riak gelombang melambai-lambai bagai sapu tangan yang dikibaskan di hari perpisahan dan jelas tidak kuasa dipuisikan. padahal aneka penyair hadir ke sana saban pekan,<br> menggoda laut dengan tatapan yang dinakal-nakalkan.\n ![image (https:\/\/img.esteem.ws\/mal4yjm1rl.jpg)\nkami tahu,<br> dalam asap bakso bakar,<br> pariwisata bernafas terengah-engah. Maka pemerintah menancapkan gedung dinas untuk menyuplai nafas. Banda Aceh meriah saat magrib belum sepenuhnya meringkuk di ujung kota.\n\nDari menara mesjid,<br> azan naik ke langit. Puisi kami lenyap karena kalimat-kalimatnya tak terlalu nikmat disantap.\n\nOrang bergegas salat tanpa imbauan pemerintah. Laut teduh,<br> disapu surat pendek di raka'at pertama hingga imam mengucap salam.\u00a0\n\nKami pulang setelah ampas jagung bakar kami buang sembarangan.\n\nNyan keuh meunan!",<br>"json_metadata":" \"links\":[ ,<br>\"image\":[\"https:\/\/img.esteem.ws\/08ou395m98.jpg\",<br>\"https:\/\/img.esteem.ws\/mal4yjm1rl.jpg\" ,<br>\"tags\":[\"promo-esteem\",<br>\"ksi\",<br>\"wild-nature\",<br>\"original-work\" ,<br>\"app\":\"esteem\/1.4.6\",<br>\"format\":\"markdown+html\",<br>\"community\":\"esteem\" " |
|